Seorang guru dituntut untuk menguasai kemampuan memberikan penilaian kepada
peserta didiknya. Kemampuan ini adalah kemampuan terpenting dalam evaluasi
pembelajaran. Dari penilaian itulah seorang guru dapat mengetahui kemampuan
yang telah dikuasai oleh para peserta didiknya.
Seorang guru harus pula mengetahui kompetensi dasar (KD) apa saja yang
telah dikuasai oleh peserta didiknya, dan segera mengambil tindakan perbaikan
ketika terjadi nilai peserta didiknya lemah atau kurang sesuai dengan harapan.
Dari penilaian yang dilakukan oleh guru itulah, guru melakukan perenungan diri
atau refleksi dari apa yang telah dilakukan.
Prof. Dr. H. Arief Rachman pernah mengatakan kepada kami para guru di
Labschool Jakarta bahwa ada 4 kesadaran yang penting bagi seorang guru atau
pendidik dalam memberikan penilaian. Keempat kesadaran itu adalah:
1. Sense of goal (tujuan)
2. sense of regulation (keteraturan)
3. sense of achievement (berprestasi)
4. sense of harmony (keselarasan)
Berangkat dari keempat kesadaran itulah seharusnya seorang guru melakukan
penilaian. Pendidik harus sudah tahu tujuan penilaian itu adalah mengukur
kemampuan atau kompetensi siswa setelah dilaksanakannya proses pembelajaran.
Bila guru melakukan penilaian akan terlihat nanti kemampuan setiap siswa
setelah guru melaksanakan test atau ujian dan kemudian melakukan penilaian.
Ketika guru telah memahami benar tujuan pembuatan soal yang sesuai dengan
indikator dalam standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus
dikuasai oleh siswa atau peserta didik, maka guru yang bersangkutan akan dengan
mudah membuat soal-soal test yang akan diujikan. Dari situlah guru melakukan
bobot penilaian yang telah ditentukan lebih dahulu dalam Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Bila semua itu telah direncanakan dengan baik, maka tujuan
pembelajaran akan tercapai.
Tercapainya tujuan pembelajaran dapat terlihat dari prestasi siswa yang
menggembirakan. Di situlah seorang guru dapat berbangga diri karena telah
sukses dalam mentransfer ilmunya.
Dalam melakukan penilaian, seorang guru harus menyadari adanya sense of
regulation (keteraturan). Guru harus membuat soal yang penuh dengan keteraturan
dan sesuai dengan kisi-kisi soal yang telah dibuat sebelumnya. Ketika
keteraturan telah menjadi kesadaran guru bahwa soal dibuat dalam rangka
mengetahui kemampuan siswa, maka harus sesuai dengan aturan atau regulasi
sekolah. Apakah dibuat dalam bentuk multiply chois atau berbentuk essay. Semua
itu bergantung dari kesepakatan di antara sesama dewan guru dalam menentukan
bentuk soal dan sistem penilaian.
Penilaian yang dilakukan oleh guru harus mampu membuat setiap siswa
berprestasi, dan menemukan potensi unik yang dimiliki oleh setiap siswa. Akan
terlihat nantinya, siswa mana yang unggul di bidang MIPA (matematika dan Ilmu
Pengetahuan alam), olahraga, art (seni), dan lain sebagainya.
Di sinilah peran guru yang memiliki kesadaran sense of achiement. Ketika
terlihat ada siswa yang mengalami masalah dalam pembelajarannya, maka guru
perlu melakukan Achievement Motivation Training (AMT) untuk memberikan motivasi
dan semangat kepada siswa bahwa mereka sebenarnya bisa. Hanya mungkin faktor
kemalasan yang membuat siswa yang bersangkutan mendapatkan nilai rendah.
Ingatlah! Tak ada siswa yang bodoh, yang ada adalah siswa yang malas.
Dalam blog akhmad sudrajat yang merupakan teman sejawat penulis, dituliskan
bahwa banyak orang mencampuradukkan pengertian antara evaluasi, pengukuran
(measurement), tes, dan penilaian (assessment), padahal keempatnya memiliki
pengertian yang berbeda.
Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program
yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak, dan
dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi berhubungan
dengan keputusan nilai (value judgement). Stufflebeam (Abin Syamsuddin Makmun,
1996) mengemukakan bahwa : educational evaluation is the process of
delineating, obtaining,and providing useful, information for judging decision
alternatif . Dari pandangan Stufflebeam, kita dapat melihat bahwa esensi dari
evaluasi yakni memberikan informasi bagi kepentingan pengambilan keputusan. Di
bidang pendidikan, kita dapat melakukan evaluasi terhadap kurikulum baru, suatu
kebijakan pendidikan, sumber belajar tertentu, atau etos kerja guru.
Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha
memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana seorang peserta didik
telah mencapai karakteristik tertentu.
Sedangkan penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan
penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh
mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian
kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa
hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik. Hasil penilaian dapat berupa
nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif
(berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan
nilai kuantitatif tersebut.
Tes adalah cara penilaian yang dirancang oleh guru, dan dilaksanakan kepada
peserta didik pada waktu dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi
syarat-syarat tertentu yang jelas.
Secara khusus, dalam konteks pembelajaran di kelas, penilaian dilakukan
untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa
kesulitan belajar, memberikan umpan balik/perbaikan proses belajar mengajar,
dan penentuan kenaikan kelas. Melalui penilaian dapat diperoleh informasi yang
akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar peserta
didik, guru, serta proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan informasi itu,
dapat dibuat keputusan tentang pembelajaran, kesulitan peserta didik dan upaya
bimbingan yang diperlukan serta keberadaan kurikukulum itu sendiri.
Dari definisi di atas sangat jelaslah pengertian dari Evaluasi, Pengukuran,
Tes dan Penilaian (Assessment). Namun demikian, pastilah terjadi perbedaan
dalam menguraikan defenisi di atas. Semua itu berpulang dari sudut mana kita
melihatnya.
Oleh karena itu penilaian siswa harus memenuhi sense of harmony dimana
terjadi keselarasan, keserasian, dan keseimbangan. Ketika itu telah terjadi
dalam standar penilaian kita di sekolah, maka siswa akan merasakan keadilan
dari nilai yang diberikan oleh guru. Guru dan siswa merasakan bahwa sistem
penilaian yang diberikan sama-sama menguntungkan kedua belah pihak. dimana guru
bisa melihat kemampuan setiap peserta didik, dan peserta didikpun merasakan
kemampuan apa yang telah dikuasainya. Terjadilah penilaian obyektif dari
pendidik kepada para peserta didiknya.
Akhirnya, penilaian siswa yang dilakukan oleh guru dalam mengetahui
kemampuan akademik dan non akademik haruslah mengacu kepada kesadaran yang
bertujuan, keteraturan, berprestasi, dan menjadi alunan harmony yang selaras,
serasi, dan seimbang. Guru harus sering berdiskusi dengan teman sejawat agar
penilaian tak menjadi subyektif. Guru harus bisa menentukan model penilaian apa
yang harus diputuskan dan diaplikasikan dalam evaluasi pembelajaran.
0 komentar:
Posting Komentar