BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Siswa mampu
membaca bukan karena secara kebetulan atau didorong oleh inspirasi, tetapi
karena diajari. Membaca bukanlah kegiatan alamiah, tetapi seperangkat komponen
yang dikuasai secara pribadi dan bertahap, yang kemudian terintegrasi dan
menjadi otomatis. Dalam hal ini William S. Gray (dalam I Gusti Ngurah Oka 2005: 34) menekankan bahwa membaca tidak lain
daripada kegiatan pembaca menerapkan sejumlah keterampilan mengolah tuturan
tertulis (bacaan) yang dibacanya dalam rangka memahami bacaan.
Dalam proses
pembelajaran biasanya seorang pembelajar merasakan nikmatnya membaca bukan
hanya sebagai peristiwa pemecahan kode, tetapi lebih sebagai penerimaan
pengetahuan dan kebahagiaan. Orang seperti akan tampil tenang dan matang karena
memiliki berbagai pengalaman tambahan seperti ia bisa menikmati dari bukan
hanya fiksi tetapi juga non fiksi yang dibacanya. Ditinjau dari segi anak
kemungkinan mereka menemukan kegembiraan tetapi sangat bergantung pada asuhan
dan arahan para orang tua dan guru.
Tujuan
tambahan pelajaran membaca adalah menciptakan anak yang gemar membaca. Biasanya
hal ini dapat diransang dengan mempergunakan cerita. Karena cerita pasti
menjadi bagian yang sangat penting dalam kehidupan mereka. Hal ini dapat
dipahami dengan melihat bagaimana bersemangat mengisahkan pengalamannya dengan
tuturan orang lain dalam perjalanan waktu berkembang menjadi kemampuan menyerap
dan menganalisa pengalaman, dalam bentuk pengalaman contoh panutan. Anak
memanfaatkan kemampuan membacanya dengan santai, sesuai dengan kebutuhan:
apakah sekedar kenikmatan atau penambah pengetahuan.
Tetapi dalam
era yang maha cepat sekarang, ketika tanpa kita kehendaki tuntutan kehidupan
meningkat, pembaca tak lagi boleh hanya sebagai membawa kenikmatan, tetapi
sebagai alat pencapai percepatan itu sendiri. Artinya orang wajib mengejar
semua informasi. Ia harus memiliki keterampilan mengumpulkan data dengan cepat
sekaligus benar. Dan disini membaca cepat menjadi utama.
Muchlishoh (1992: 153) mengatakan membaca cepat yaitu jenis membaca yang diberikan dengan tujuan agar para siswa dalam waktu singkat dapat membaca secara lancar, serta dapat memahami isinya. Sementara itu, Soedarso, Speed Reading (Gramedia, cet. 11,2004) mengatakan “metode speed reading merupakan semacam latihan untuk mengelola secara cepat proses penerimaan informasi”. Seseorang akan dituntut untuk membedakan informasi yang diperlukan atau tidak. Informasi itu kemudian disimpan dalam otak.
Speed reading
juga merupakan keterampilan yang harus dipelajari agar mampu membaca lebih
cepat. Tidak ada orang yang dapat membaca cepat karena bakat. Maka itu harus
dipahami bahwa membaca cepat bukanlah melulu cepat memecah kode dan segera
menyelesaikan sebuah buku. Membaca cepat adalah bagaimana kita dapat membaca
dengan pemahaman yang lebih baik dalam waktu lebih cepat serta mengingatnya
dengan baik pula. Bersamaan dengan hal tersebut di atas Supriyadi (1995: 127)
menyatakan “keterampilan membaca yang sesungguhnya bukan hanya sekedar
kemampuan menyuarakan lambang tertulis dengan sebaik-baiknya namun lebih jauh
adalah kemampuan memahami dari apa yang tertulis dengan tepat dan cepat”.
Untuk hasil
yang demikian besar tentu diperlukan cara. Dan pendekatan yang pertama adalah
mengetahui apa yang ingin kita kuasai. Dengan begitu, kita tidak membuang waktu
membaca informasi yang tidak relevan dengan yang kita cari. Diantaranya dengan
meyakini maksud atau tujuan, yang melahirkan fokus dan berdampak konsentrasi.
Kesemua itu memerlukan teknik yang sering kali berbeda dari orang ke orang.
Riris K. Toha Sarumpaet (Gramedia, cet. 51, 2005) mengatakan bahwa:
Yang pertama
berkaitan dengan jenis serta ketepatan kwalitas penerangan dan yang kedua
mengenai postur serta cara duduk bahkan penentuan jarak dan letak buku. Sambil
melorot, melingkar, membungkuk, atau berbaring dan bersantai bukanlah cara yang
tepat. Buku sebaiknya berada pada sudut 450 dari mata.
Selain itu,
Riris K. Toha Sarumpaet (Gramedia, cet. 51, 2005) mengatakan bahwa ada empat
cara atau alternatif membaca yaitu:
1. Membaca
kata perkata, baris demi baris, yang sangat berguna untuk membaca materi yang
sulit.
2. Skimming,
yaitu alinea pilihan atau baris pertama alinea.
3. Scanning,
yaitu memeriksa semua materi untuk mencari sesuatu yang khas misalnya nama atau
angka.
4. Membaca
visual, mengejar kelompok kata dengan urutan mana suka. Cara ini cocok untuk
memahami bacaan yang agak sulit serta yang mudah.
Membaca cepat
tentu saja bukan tujuan, sebab keterpahamanlah yang tujuan dalam membaca cepat.
Speed reading adalah metode, metode ini bisa mengangkat kita dalam labirin
bacaan yang tak jelas ditengah banjir bahan bacaan saat ini. Speed reading bisa
pula dikatakan mencari gizi dari sebuah bacaan.
Collin Rose
dalam K.U.A.S.A.I Lebih Cepat (Kaifa, 1999) dan Soedarso, Speed reading,
(Gramedia, cet. 11, 2004) mengatakan bahwa membaca cepat memiliki beberapa
efek, yaitu:
1. Mencegah
godaan setan membaca ulang atau regresi. Kerap sekali kita melakukan itu. Entah
disebabkan tidak percaya diri bahwa kalimat yang sudah kita lewati terlupa atau
karena kebiasaanm dibangku pendidikan yang selalu mentradisikan anak didiknya
menghafal. Atau tiba-tiba muncul dibenak yang membisikkan bahwa ada sesuatu
yang tertinggal dibelakang. Jadi membaca cepat membuat kita bisa berlari
sekencang-kencangnya.
2. Membaca cepat
adalah upaya melepas ketergantungan pada mendengar kata-kata yang dibenak.
Terkadang kita tak sadari walau dalam kondisi mulut terkatub kita masih
bersedia mendengar bunyi yang menggema dalam pikiran.
3. Membaca
cepat bisa melepaskan kita dari gerakan fisik yang tak perlu seperti
menggerakkan kepala atau memakai jari atau memakai alat seperti lidi atau
pensil mengikuti kemana baris-baris melangkah.
Dengan
menggunakan teknik membaca cepat para siswa diharapkan dapat lebih efesien dalam
menggunakan waktu dalam belajar. Data survey menunjukkan bahwa lima dari empat
puluh siswa yang telah mampu menggunakan pola speed reading dapat memahami
suatu bacaan dengan sama baiknya dengan siswa yang belum menguasai speed
reading. Dengan pola pelatihan yang kontiniu diharapkan para siswa dapat
membaca dengan kecepatan hingga 800 kata per menit tanpa menghilangkan makna
bacaan.
Pengenalan ini
menambah kecepatan karena konsentrasi pada format yang sudah hampir baku. Jadi
kita tidak lagi mengharap-harap atau merisaukan yang tidak perlu, dari segi
format atau sistematika memang membaca cepat dapat membantu penyelesaian
pekerjaan. Untuk kecepatan yang kita kejar, kita kehilangan dan meninggalkan
banyak kata serta beragam rasa dan nuansa. Oleh karena itu harus tetap diingat
penting dan perlunya membaca sebagai pembawa kenikmatan rohani, sebagai
penyeimbang. Karena kita tidak mungkin sanggup bertahan hanya mengejar dan
mengingat begitu banyak informasi tanpa menghayati dan menghidupinya. Oleh
sebab itu jangan lupa meninjau membaca sebagai kegiatan yang menyenangkan.
Sesuai dengan
harapan tersebut, sekolah dasar berperan sangat penting. Karena sekolah dasar
adalah wadah pertama penanaman segala keterampilan hidup, termasuk keterampilan
membaca. Maka sekolah dasar perlu memasyarakatkan kegiatan membaca, terutama
membaca cepat.
Berbeda halnya
dengan harapan di atas, proses belajar membaca yang diselenggarakan oleh
pendidik saat ini hanya menekankan pada kemampuan siswa untuk membaca tanpa
memandang keefektifan dan keefesienan proses membaca itu sendiri. Fakta ini
akan mengakibatkan ketertinggalan siswa akan informasi yang berkembang dengan
sangat cepat dan gencar.
Berdasarkan
permasalahan di atas, penulis tertarik untuk memberikan sedikit solusi
bagaimana upaya agar kemampuan membaca siswa khususnya di sekolah dasar dapat
ditingkatkan, dan mereka dapat mengimbangi laju bahan bacaan yang semakin hari
semakin gencar. Untuk itu penulis memberi judul penelitian tindakan kelas
dengan judul “Peningkatan Kemampuan Membaca Cepat dengan Menggunakan Metode
Speed Reading Bagi Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 31 Batipuh”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
tindakan kelas ini adalah bagaimana meningkatkan kemampuan membaca cepat dengan
menggunakan metode speed reading bagi siswa kelas V sekolah dasar negeri 31
Batipuh. Secara terperinci rumusan masalah dalam penelitian tindakan kelas ini
adalah:
1. Bagaimana
merancang RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) membaca dengan menggunakan
metode speed reading sehingga dapat menunjang peningkatan kemampuan membaca
cepat siswa di kelas V sekolah dasar.
2. Bagaimana
melaksanakan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) membaca tersebut sehingga
dapat menunjang peningkatan kemampuan membaca cepat siswa di kelas V sekolah
dasar.
3. Bagaimana
format penilaian dalam pembelajaran membaca yang menggunakan metode speed
reading sehingga dapat menunjang peningkatan kemampuan membaca cepat siswa di
kelas V sekolah dasar.
4. Bagaimana
bentuk hasil yang telah dicapai siswa di kelas V sekolah dasar dalam
pembelajaran membaca yang menggunakan metode speed reading.
C. Tujuan
Penelitian
Sesuai dengan
rumusan masalah diatas, maka secara umum tujuan penelitian tindakan kelas ini
adalah untuk mendeskripsikan tentang cara meningkatkan kemampuan membaca cepat
melalui metode speed reading bagi siswa kelas V sekolah dasar.
Secara
terperinci tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mendeskripsikan:
1. Rancangan
RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) membaca dengan menggunakan metode speed
reading sehingga dapat menunjang peningkatan kemampuan membaca cepat siswa di
kelas V sekolah dasar.
2. Pelaksanaan
RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) membaca tersebut sehingga dapat
menunjang peningkatan kemampuan membaca cepat siswa di kelas V sekolah dasar.
3. Format
penilaian dalam pembelajaran membaca yang menggunakan metode speed reading
sehingga dapat menunjang peningkatan kemampuan membaca cepat siswa di kelas V
sekolah dasar.
4. Hasil yang
telah dicapai siswa di kelas V sekolah dasar dalam pembelajaran membaca yang
menggunakan metode speed reading
D.
Manfaat Penelitian
Adapaun
manfaat yang dapat diambil dari penulisan penelitian tindakan kelas ini adalah:
1. Menambah
pengetahuan dan wawasan peneliti dalam pengajaran membaca yang menunjang kepada
peningkatan kemampuan membaca cepat siswa di kelas V sekolah dasar.
2. Memberikan
informasi kepada guru sekolah dasar tentang pentingnya kemampuan membaca cepat
sekaligus sebagai salah satu panduan dalam menjalankan tugas mengajar yang
menyangkut dengan upaya membimbing siswa terampil dalam membaca cepat.
3. Lebih
meningkatkan kemampuan membaca siswa kelas V sekolah dasar dalam keterampilan
membaca cepat.
BAB
II
KAJIAN
TEORITIS
A. KAJIAN TEORI
1.
Membaca
a.
Pengertian Membaca
Anderson dalam
tarigan (1980:8) menyangkut linguistik menjelaskan bahwa membaca merupakan
suatu proses penyandian kembali (rekonding process) dan proses pembacaan sandi
(dekonding process). Aspek ini menghubungkan kata-kata tulis (written words)
dengan makna bahasa lisan (oral languange meaning). Hal ini mencakup pengubahan
tulisan atau cetakan menjadi bunyi yang bermakna.
Hudgson
(1960:43) mengatakan membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta
dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan
penulis melalui kata-kata dalam bahasa tulis.. Suatu proses yang menuntut
pembaca agar dapat memahami kelompok katayang tertulis merupakan suatu kesatuan
dan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan makna kata-kata itu dapat
diketahui secara tepat. Apabila hal ini dapat terpenuhi maka pesan yang
tersurat dan yang tersirat dapat dipahami, sehingga proses membaca sudah
terlaksana dengan baik.
Seseorang yang
sedang membaca berarti ia sedang melakukan suatu kegiatan dalam bentuk
berkomunikasi dengan diri sendiri melalui lambang tertulis. Makna bacaan tidak
tidak terletak pada bahan tertulis saja, tetapi juga terletak pada pikiran
pembaca itu sendiri. Dengan demikian makna bacaan bisa berubah-ubah tergantung
pembaca dan pengalaman berbeda yang dimilikinya pada waktu membaca dan
dipergunakannya untuk menafsirkan kata-kata tulis tersebut. Seorang pembaca
yang baik adalah seorang yang dapat mengambil tanggapan mengenai bahasa (ide,
stye, dan kematangan pengarang) dan pengertian dengan kecepatan yang lumayan
(Gusnetti, 1997:13).
Soedarso
(1991:4) menjelaskan kemampuan membaca yang baik merupakan hal yang sangat
penting dalam suatu bacaan. Dalam hal ini guru mempunyai peranan yang sangat
besar untuk mengembangkan serta meningkatkan kemampuan yang dibutuhkan dalam
membaca. Usaha yang dapat dilakkan guru diantaranya (1) Dapat menolong para
siswa untuk memperkaya kosakata mereka dengan jalan memperkenalkan sinonim
kata-kata, antonim, imbuhan, dan menjelaskan arti suat kata abstrak dengan
mempergunakan bahasa daerah atau bahasa ibu mereka, (2) dapat membantu para
siswa untuk memahami makna struktur-struktur kata, kalimat dan disertai latihan
seperlunya, (3) dapat meningkatkan kecepatan membaca para siswa dengan menyuruh
mereka membaca dalam hati, menghindari gerakan bibir, dan menjelaskan tujuan
membaca.
Seseorang yang
dapat memahami suatu bacaan atau wacana, akan menemukan wujud skemata yang
memberikan usulan yang memadai tentang suatu bacaan. Proses pemahaman suatu
bacaan adalah menemukan konfigurasi skemata yang menawarkan uraian yang memadai
tentang suatu bacaan. Sampai sekarang konsep skema merupakan jalan yang paling
memberikan harapan dari sudut wacana pada umumnya. Karena skemata merupakan
bagian dari penyajian pengetahuan latar, luasnya pengetahuan dan pengalaman
pembaca merupakan salah satu dasar bagi kokohnya rancangan yang menggunakan
konsep skema.
Tarigan
(1980:18) mengatakan guru yang mau mengetahui kemampuan siswa tentang suatu
bacaan dapat melakukannya dengan cara (1)Mengemukakan berbagai jenis
pertanyaan, (2) mengemukakan pertanyaan yang jawabannnya dapat ditemukan oleh
siswa secara kata demi kata (verbalim), (3) menyuruh siswa membuat rangkuman
atau ikhtisar, (4) menanyakan ide pokok apa yang dibaca.
Be (1980:40)
menjelaskan, kemampuan pemahaman yang diperlukan dalam membaca meliputi (1)
memahami kosakata yang dipakai dalam bahasa umum dan dapat menyimpulkan artinya
dalam konteksnya, (2)memahami bentuk-bentuk sintaksis dan ciri-ciri morfologi
tertulis yang didapatkan dalam bacaan, (3) dapat mengambil kesimpulan dan
tanggapan yang valid dari bahan yang dibaca.
Berdasarkan
pernyataan di atas maka kemampuan membaca adalah bagaimana seseorang dapat
memahami dengan baik apa pesan yang disampaikan dalam bacaan itu, sehingga
informasi yang diserap dapat diungkapkan kembali dengan tepat, baik secara
lisan maupun secara tulisan.
Abdullah
(1990:2) mengungkapkan bahwa membaca adalah salah satu kegiatan aktif mencari
informasi yang kita dapat dalam bacaan. Dengan sendirinya, kebiasaan-kebiasaan
membaca akan membuka cakrawala berfikir dalam menghadapi suatu masalah. Dalam
membaca, diharapkan pembaca memahami apa yang dibaca, sehingga tujuan yang
ditetapkan dapat tercapai dengan baik.
b. Unsur-unsur yang Terkandung dalam Membaca
Abdullah (1990:2) mengatakan:
Unsur-unsur
kemampuan membaca dapat ditelusuri dari pengertian membaca yang telah
dikemukakan. Pertama, karena membaca itu merupakan interaksi dengan bahasa yang
telah diubah menjadi cetakan, maka kemampuan memahami lambang-lambang bunyi
merupakan penentu utama keberhasilan membaca. Kedua, karena hasil interaksi
dengan bahasa cetak itu merupakan pemahaman, maka kemampuan memaknai susunan
lambang-lambang bunyi juga merupakan unsur penentu keberhasilan membaca.
Ketiga, karena kemampuan membaca itu berhubungan erat dengan kemampuan
berbahasa lisan, maka unsur-unsur kemampuan fisik, misalnya kemampuan mata dan
kemampuan mengendalikan gerak bibir juga mempengaruhi keberhasilan membaca.
Keempat, karena membaca itu merupakan proses aktif dan berlanjut yang
dipengaruhi langsung oleh interaksi seseorang dengan lingkungannya, maka
keberhasilan membaca juga dipengaruhi oleh unsur kecerdasan serta pengalaman
membaca yang dimiliki.
c. Jenis-jenis
Membaca
Bermacam-macam
kelakuan dan tujuan manusia dalam membaca, semua tergantung kepada niat dan
sikap dari si pembaca. Dalam hal ini ada 2 jenis membaca yang didasarkan kepada
tingkat dan kemauan berdasarkan kepada tujuan dan kecepatan.
1) Membaca Berdasarkan Tingkatannya
Agustina
(1990:10) membagi membaca menjadi 4 jenis, yaitu membaca permulaan, membaca
inspeksional, membaca analitis, dan membaca sintopikal. Lebih lanjut jenis
membaca tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a.) Membaca Permulaan
Membaca
permulaan dianggap sebagai membaca tingkat dasar. Ini lebih mengutamakan
kegiatan jasmani atau fisik. Kesanggupan menyuarakan lambang-lambang bahasa
tulis serta menangkap makna yang berada dibalik lambang-lambang tersebut adalah
sebahagian kegiatan yang dilakukannya.
b.) Membaca Inspeksional
Membaca
inspeksional berkaitan dengan masalah waktu yang tersedia untuk membaca.
Pembaca hanya mempunyai waktu yang relatif singkat, sedangkan pembaca harus
menyelesaikan.
c.) Membaca Analitis
Membaca
analitis bukan hanya sekedar menyuarakan lambang bahasa dan menangkap makna
yang berada dibalik lambang itu saja, tetapi lebih dari itu, kegiatan mental
setelah kegiatan jasmani pada pembaca jenis ini sangat diperlukan. Karena
membaca analitis merupakan membaca lengkap, baik dan sempurna yang dilakukan
dalam waktu yang tidak terbatas dengan tujuan menganalisa tentang bacaan yang
dibaca.
d.) Membaca Sintopikal
Membaca
sintopikal ini menuntut pembaca untuk mempunyai waktu lebih banyak lagi, karena
dalam membaca sintopikal pembaca harus menganalisis lebih dari 1 buku.
Dari keempat
jenis tingkatan membaca di atas, membaca sintopikal-lah yang paling berat dan
melelahkan. Namun membaca sintopikal atau membaca perbandingan ini memungkinkan
pembaca memperoleh kepuasan, karena banyak informasi yang dapat diperoleh
dengan membaca pada tingkatan ini.
2) Membaca
Berdasarkan Kecepatan dan Tujuannya
Gani dan Semi
(1976:4) membagi membaca ke dalam 4 jenis, yaitu; membaca kilat (skimming),
membaca cepat (speed reading), membaca studi (careful reading), dan membaca
reflektiv (reflektive reading).
a.) Membaca
Kilat (skimming)
Membaca kilat
(skimming) merupaka salah satu cara membaca yang lebih mengutamakan penangkapan
esensi materi bacaan, tanpa membaca keseluruhan dari materi bacaan tersebut.
Untuk membaca kilat diperlukan keterampilan yang dapat menentukan bagian-bagian
bacaan yang mengandung ide atau pikiran pokok.
Tujuan membaca
kilat adalah menangkap seperangkat ide pokok, mendapatkan informasi yang
penting dalam waktu singkat atau terbatas, dan menemukan suatu pandangan atau
sikap penulis.
b.) Membaca
Cepat (speed reading)
Membaca cepat
adalah membaca yang dilakukan dengan kecepatan yang sangat tinggi. Biasanya
dengan membaca kalimat demi kalimat dan paragaraf tetapi tidak membaca kata
demi kata.
Tujuannya
adalah untuk memperoleh informasi, gagasan utama, dan penjelasan dari suatu
bacaan dalam waktu yang singkat.
c.) Membaca
Studi (careful reading)
Membaca studi
dilakukan untuk memahami, mempelajari, dan meneliti suatu persoalan,
kadang-kadang dituntut pula untuk menghadapkannya dalam ingatan. Untuk
keperluan ini, membaca harus dilaksanakan dengan kecepatan yang agak rendah.
Ciri-ciri pembaca yang baik dan efesien yaitu mempunyai kebiasaan yang baik
dalam membaca, betul-betul mengerti tentang apa yang dibaca, sehabis membaca
dapat mengingat sebahagian besar pokok-pokok bacaan, dan dapat membaca dengan
kecepatan yang terkontrol (Al-Falasay dan Naif, 1985:25).
d.) Membaca
Reflektiv (reflektive reading)
Membaca
reflektiv adalah membaca untuk menangkap informasi dengan terperinci dan kemudian
melahirkannya kembali atau melaksanakannya dengan tepat sesuai dengan
keterangan yang diperoleh.
Biasanya
membaca reflektiv dilakukan dengan tuntutan petunjuk tentang percobaan di
labor, petunjuk yang memerlukan tindakan pembaca. Disamping itu juga dilaksanakan
atau ditujukan untuk merefleksikan suatu bacaan, membaca untuk kesenangan dan
membaca estetis.
2. Membaca
Cepat
a. Pengertian
Membaca Cepat
Nurhadi (
1987:31-32) menyatakan “membaca cepat dan efektif ialah jenis membaca yang
mengutamakan kecepatan, dengan tidak meninggalkan pemahaman terhadap aspek
bacaannya”.
Muchlisoh
(1992:149) mengatakan bahwa:
Membaca cepat
bukan berarti jenis membaca yang ingin memperoleh jumlah bacaan atau halaman
yang banyak dalam waktu yang singkat. Pelajaran ini diberikan dengan tujuan
agar siswa sekolah dasar dalam waktu yang singkat dapat membaca secara lancar
dan dapat memahami isinya secara tepat dan cermat. Jenis membaca ini
dilaksanakan tanpa suara.
Berbeda dengan
pendapat-pendapat sebelumnya, Supriyadi (1995:128) mengatakan bahwa “membaca
cepat adalah jenis membaca yang mengutamakan kecepatan mata dalam membaca”.
Saleh Abbas
(2006:108) menyatakan “membaca cepat adalah membaca sekejap mata, selayang
pandang. Tujuannya adalah dalam waktu yang singkat pembaca memperoleh informasi
secara cepat dan tepat”.
Dari beberapa
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa membaca cepat adalah jenis membaca
yang mengutamakan kecepatan dengan menggunakan gerakan mata dan dilakukan tanpa
suara yang bertujuan untuk memperoleh informasi secara tepat dan cermat dalam
waktu singkat.
b. Pemahaman
dalam Membaca Cepat
Dalam membaca
cepat terkandung pemahaman yang cepat pula. Bahkan pemahaman inilah yang
menjadi pangkal tolak pembahasan, bukannya kecepatan. Akan tetapi, bukan
berarti membaca lambat akan meningkatkan pemahaman. Bahkan orang orang yang
biasa membaca lambat untuk mengerti suatu bacaan akan dapat mengambil manfaat
yang besar dengan membaca cepat. Seorang pembaca yang baik akan mengatur
kecepatan dan memilih jalan terbaik untuk mencapai tujuannya. Kecepatan membaca
sangat tergantung pada bahan dan tujuan membaca, serta sejauh mana keakraban
dengan bahan bacaan. Kecepatan membaca harus seiring dengan kecepatan memahami
bahan bacaan.
Supriyadi
(1995:127) menyatakan “keterampilan membaca yang sesungguhnya bukan hanya
sekedar kemampuan menyuarakan lambang tertulis dengan sebaik-baiknya namun
lebih jauh itu adalah kemampuan memahami dari apa yang tertulis dengan tepat
dan cepat”.
“Seorang
pembaca cepat tidak berarti menerapkan kecepatan membaca itu pada setiap
keadaan, suasana, dan jenis bacaan yang dihadapinya”(Nurhadi, 1987:32).
Soedarso
(1988:18) mengatakan “kecepatan membacapun harus fleksibel. Artinya, kecepatan
tidak harus selalu sama. Adakalanya kecepatan itu diperlambat. Hal itu
tergantung pada bahan dan tujuan kita membaca”.
Supriyadi
(1995:142) menyatakan “bahan bacaan untuk pelajaran membaca cepat hendaknya
bahan bacaan yang pernah dibaca atau bahan bacaan yang diperkirakan dekat dan
akrab dengan kehidupan pembaca”.
Pembaca yang
efektif dan efesien mempunyai kecepatan bermacam-macam. Sadar akan berbagai
tujuan, tingkat kesulitan bahan bacaan, serta keperluan membacanya saat itu.
Karena kesadaran itu akan sangat berpengaruh terhadap tingkat pemahaman
terhadap isi bacaan.
c. Kegunaan
Membaca Cepat
Depdikbud
(2005:7) mengatakan:
Ada berbagai
kegunaan yang terkandung dari kemampuan membaca cepat, diantaranya adalah (1)
membaca cepat menghemat waktu, (2) membaca cepat menciptakan efesiensi, (3)
semakin sedikit waktu yang diperlukan untuk melakukan hal-hal rutin, maka
semakin banyak waktu yang tersediauntuk mengerjakan hal penting lainnya, (4)
membaca cepat memiliki nilai yang menyenangkan/ menghibur, (5) membaca cepat
memperluas cakrawala mental, (6) membaca cepat membantu berbicara secara
efektif, (7) membaca cepat membantu dalam menghadapi ujian, (8) membaca cepat
meningkatkan pemahaman, (9) membaca cepat menjamin untuk selalu mutakhir, dan
(10) membaca cepat dapat dikatakan sebagai tonikum mental.
d. Penghambat
Kecepatan Membaca
Depdikbud
(2005:26) mengemukan:
Beberapa
kebiasaan umum negatif yang lumrah terdapat pada pembaca yang biasa ataupun
pembaca yang lambat, hal itu antara lain (1) meneliti materi bacaan secara
berlebihan dan melakukan subvokalisasi, (2) tidak berusaha mengurangi gangguan
waktu dan interupsi, dan (3) membiarkan stress mengganggu disaan pembaca
dihadapkan pada materi bacaan yang terlampau banyak ataupun membiarkan adanya
kesulitan fisik lainnya yang berkaitan dengan membaca, seperti dyslexia.
e. Kebiasaan
Positif yang Dapat Menunjang Peningkatan Membaca Cepat
Depdikbud
(2005:26) mengemukakan bahwa “kebiasaan positif yang harus dikembangkan atau
perkuat dalam membaca antara lain (1) meningkatkan motivasi, (2) meningkatkan
konsentrasi, (3) meningkatkan daya ingat dan daya panggil ulang, (4)
meningkatkan pemahaman.”
f. Peningkatan
Kemampuan Membaca Cepat
Kemampuan
membaca cepat bukanlah kemampuan yang diperoleh karena bakat, karena “membaca
cepat adalah sebuah keterampilan” (Nurhadi, 2004:26). Seirama dengan itu Depdikbud
(2005:5) menyatakan bahwa:
Membaca cepat
adalah sebuah keterampilan. Keberhasilan anda dalam menguasai teknik ini sangat
bergantung pada sikap anda sendiri, tingkat keseriusan anda, dan kesiapan untuk
mencoba melatihkan teknik tersebut. Untuk itu anda harus; 1) berkeinginan untuk
memperbaiki; 2) merasa yakin bahwa anda akan dapat melakukan hal itu.
Berdasarkan
pernyataan di atas maka usaha peningkatan kemampuan kemampuan membaca cepat
membutuhkan seragkaian latihan secara bertahap yang dirancang unuk
menghilangkan kebiasaan negatif dalam membaca dan sekaligus menonjolkan
positifnya.
Depdikbud
(2005:26) mengungkapkan:
Ada beberapa
upaya untuk meningkatkan kemampuan membaca cepat seseorang. Beberapa upaya
tersebut adalah (1) mengurangi subvokalisasi, (2) mengurangi kebiasaan menunda
dan interupsi, (3) mengurangi stres, (4) meningkatkan konsentrasi, (5)
meningkatkan daya ingat dan daya panggil ulang, (6) menggunakan pola
pemanggilan ulang.
Oleh karena
itu, untuk meningkatkan kemampuan membaca cepat, seseorang memerlukan latihan
dengan menerapkan berbagai metode pendukung. Salah satu metode yang dapat
mendukung upaya kearah peningkatan kemampuan membaca cepat adalah dengan
menerapkan metode speed reading.
3. Metode
Speed Reading
a. Pengertian
Speed Reading
Soedarso,
Speed Reading (Gramedia, cet. 11,2004) mengatakan “metode speed reading
merupakan semacam latihan untuk mengelola secara cepat proses penerimaan
informasi”. Seseorang akan dituntut untuk membedakan informasi yang diperlukan
atau tidak. Informasi itu kemudian disimpan dalam otak.
Speed reading
juga merupakan keterampilan yang harus dipelajari agar mampu membaca lebih
cepat sekaligus memahami semua yang terkandung di dalam bacaan yang
bersangkutan. Tidak ada orang yang dapat membaca cepat karena bakat. Maka itu
harus dipahami bahwa membaca cepat bukanlah melulu cepat memecah kode dan
segera menyelesaikan sebuah buku. Membaca cepat adalah bagaimana kita dapat
membaca dengan pemahaman yang lebih baik dalam waktu lebih cepat serta
mengingatnya dengan baik pula. Bersamaan dengan hal tersebut di atas Supriyadi
(1995:127) menyatakan “keterampilan membaca yang sesungguhnya bukan hanya
sekedar kemampuan menyuarakan lambang tertulis dengan sebaik-baiknya namun
lebih jauh adalah kemampuan memahami dari apa yang tertulis dengan tepat dan
cepat”.
Dengan
menggunakan teknik speed reading para siswa diharapkan dapat lebih efesien
dalam menggunakan waktu dalam belajar. Data survey menunjukkan bahwa lima dari
empat puluh siswa yang telah mampu menggunakan pola speed reading dapat
memahami suatu bacaan dengan sama baiknya dengan siswa yang belum menguasai
speed reading. Dengan pola pelatihan yang kontiniu diharapkan para siswa dapat
membaca dengan kecepatan hingga 800 kata per menit tanpa menghilangkan makna
bacaan.
b.
Langkah-langkah Speed Reading
Nurhadi
(2004:26) menyatakan “membaca cepat dapat dilakukan dengan cara (1) persiapkan
pencatat waktu (arloji), perhatikan pada saat anda mulai membaca, (2) hitung
berapa lama (menit) anda menyelesaikan teks tersebut; kemudian, (3) dengan
jumlah lama waktu itu (…menit,…detik) lihatlah kedalam tabel kecepatan
membaca”..
Format Daftar
Kecepatan Membaca
Waktu mulai :
…menit…detik
Waktu berakhir
: …menit…detik
Lama/Waktu
Kecepatan
1 menit 00
detik
… 600
kata/menit
…
Nurhadi (2004:
19-21)
Widodo Santoso
dalam MUTU Vol. IV No. 03 Edisi Oktober-Desember 1995:42 menyatakan
langkah-langkah latihan kecepatan membaca adalah:
1.) Siswa
secara klasikal diberi bacaan (wacana) yang sama.
2.) Bagi siswa
kelas I dan II tugas membaca bergantian tiap siswa, dan bagi siswa kelas III
sampai dengan VI membaca dalam hati/pemahaman secara bersama.
3.)
Masing-masing siswa menghitung jumlah kata yang telah dibaca selama batas waktu
yang telah ditetapkan. Jika dikhawatirkan siswa tidak jujur, dapat diadakan
tanya jawab tentang isi wacana atau kalimat terakhir yang dibacanya.
4.) Menghitung
rata-rata jumlah kata yang telah dibaca masing-masing siswa dalam setiap menit.
5.) Guru
membuat tabel kecepatan membaca dan siswa menuliskan banyaknya kata setiap latihan.
Tabel
Kecepatan Membaca
No. Nama Murid
Banyak kata yang dibaca selama 1 menit Rata-rata tiap menit
1
2
3
Widodo Santoso
dalam MUTU Vol. IV No. 03 Edisi Oktober-Desember 1995:42.
4. Pengajaran
Membaca Cepat dengan Menggunakan Metode Speed Reading
a. Perencanaan
Pengajaran Membaca Cepat dengan Menggunakan Metode Speed Reading
Sebelum
melaksanakan proses belajar mengajar suatu pokok bahasan tertentu, guru
dituntut untuk membuat perencanaan pengajaran (Supriyadi, 1995:159). Semakin
baik perencanaan yang dibuat, semakin mudah pelaksanaan pengajarannya sehingga
semakin tinggi hasil belajar mengajar yang dicapai.
Perencanaan
pengajaran yang dipersiapkan guru dituangkan dalam wujud satuan pelajaran
(satpel) yang sepenuhnya berpedoman kepada GBPP (Garis-garis Besar Program
Pengajaran) (Supriyadi, 1995:162). Apabila pernyataan tersebut kita sesuaikan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sekarang, maka perencaan
pengajaran yang dipersiakan guru dituangkan dalam wujud rencana pelaksanaan
pengajaran (RPP) yang sepenuhnya berpedoman kepada kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) yang telah ditetapkan oleh badan standar nasional pendidikan
(BSNP). Dalam KTSP sudah dicantumkan kolom-kolom yang memuat informasi: standar
kompetensi dan kompetensi dasar, program (kelas, semester).
Melihat wujud
kurikulum yang demikian, terdapat pokok-pokok masalah yang perlu diperhatikan
guru dalam merencanakan persiapan mengajarnya, yaitu:
1.) bagaimana
menjabarkan tujuan yang masih bersifat umum tersebut (standar kompetensi dan
kompetensi dasar) ke dalam rumusan yang lebih operasional, jelas dan sederhana
(indikator)?,
2.) bagaimana
menetapkan sumber dan bahan pengajaran (pokok bahasan) beserta uraiannya?,
3.) bagaimana
menetapkan teknik atau metode kegiatan belajar mengajar yang akan ditempuh
untuk mencapai tujuan tersebut?,
4.) bagaimana
menetapkan langkah-langkah kegiatan belajar mengajar yang akan ditempuh untuk
mencapai tujuan tersebut?,
5.) bagaimana
bentuk evaluasi yang akan dikembangkan untuk mengukur tingkat pencapaian tujuan
di atas?.
b. Pelaksanaan
Perencanaan Pengajaran Membaca Cepat dengan Menggunakan Metode Speed Reading
Setelah
selesai menyelesaikan pembuatan persiapan/perencanaan mengajar, selanjutnya
memasuki tahap pelaksanaan rencana tersebut di dalam kegiatan nyata dalam
kelas. Untuk melaksanakan program pengajaran tersebut, tentu saja perlu
diperhatikan hal-hal berikut:
1.) Kurikulum
yang bersangkutan dengan membaca cepat;
2.)
mempertimbangkan alokasi waktu yang tersedia;
3.)
pemanfaatan berbagai sumber dan sarana yang terdapat di lingkungan sekolah atau
lingkungan sekitarnya;
4.) sifat
pokok bahasan membaca cepat itu sendiri, (Supriyadi, 1995:166)
Langkah-langkah
proses belajar mengajar (PBM) yang dikelola guru hendaknya dapat mengarahkan
siswa terhadap pencapaian tujuan pengajaran membaca cepat seperti yang telah
dirumuskan dalam indikator. Melalui pendekatan keterampilan proses dengan
menerapkan metode speed reading, proses belajar mengajar dijadikan sarana bagi
penggalian, pembinaan, dan pengembangan kemampuan dasar masing-masing siswa.
Oleh karena itu itu titik berat proses belajar mengajar ditekankan pada
aktivitas siswa yang menunjang peningkatan kemampuan membaca cepatnya.
Instruksi-instruksi, tugas, saran, perintah, penjelasan guru, dan sejenisnya hendaklah
jelas sehinga dapat dipahami siswa. Dan yang tidak kalah penting dari hal-hal
di atas ialah bahwa hasil dari proses belajar mengajar membaca cepat ini
hendaknya dapat dinilai, baik dalam prosesnya, maupun hasil belajar yang
diperoleh siswa. Dan pada akhirnya diharapkan siswa kita dapat menunjukkan
hasil belajar membaca cepat dalam wujud yang lebih konkret. Misalnya grafik
kemajuan membaca cepat siswa dan sebagainya yang dapat dipajangkan. Cara
seperti ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
c.
Penilaian-penilaian Pengajaran Membaca Cepat dengan Menggunakan Metode speed
reading
Supriyadi
(1995:167) menyatakan “penilaian ini dapat dilakukan terhadap dua hal, yaitu
penilaian terhadap proses belajar mengajar yang sedang berlangsung dan
penilaian terhadap hasil belajar siswa. Penilaian terhadap proses dapat dilacak
dari segi perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian.”
Penilaian
terhadap perencanaan dapat diarahkan terhadap komponen-komponen rencana
pelaksanaan pengajaran seperti indikator, proses belajar mengajar (yang
terintegrasi di dalamnya bahan, metode, media, sumber, dan sarana), dan
evaluasi. Apakah komponen-komponen tersebut relevan dengan pokok bahasan
membaca dan tuntutan pengajaran membaca?.
Penilaian
terhadap pelaksanaan pengajaran membaca ditujukan terhadap tingkat kesesuaian
kegiatan yang dilakukan dengan tujuan pengajaran yang telah ditetapkan dan
bagaimana proses kegiatan itu berlangsung. Adakah kegiatan tersebut
mengembangkan keterampilan proses dan membaca cepat ?. Bagaimana dengan
pengembangan konsep dan nilai, serta penegmbangan keterampilan siswa, apakah
hal tersebut tampak dalam aktivitas siswa?. Kegiatan ini diiringi dengan
pemberian umpan balik oleh guru, baik secara individual maupun kelompok.
Bentuknya dapat berupa bantuan, petunjuk, penghargaan, dan lain-lain sehingga
hal ini dapat tercermin dari kegiatan siswa seperti berikut:
1.) siswa
membaca mandiri,
2.) siswa
menjadi tutor sebaya dalam menjelaskan kosakata sulit bagi kawan-kawannya,
3.) siswa
membuat laporan kemampuan membaca cepatnya,
4.) siswa
mengulang bahan bacaan yang telah diberikan untuk lebih meningkatkan
kemampuannya dalam membaca cepat.
Penilaian
terhadap hasil belajar siswa terutama diarahkan kepada (1) penguasaan konsep,
(2) pengembangan sikap dan nilai, dan (3) penguasaan keterampilan. (Supriyadi,
1995:168)
Siswa dianggap
telah menguasai konsep apabila mereka telah dapat menafsirkan dan membuat
ringkasan isi wacana, serta melahirkan gagasannya sendiri mengenai sub pokok
bahasan tersebut dengan bahasa dan imajinasinya sendiri. Penumbuhan sikap dan
nilai tercermin dari sikap berani mengeluarkan pendapat, berdisiplin, jujur,
dan lain-lain. Penguasaan keterampilan dapat terlihat pada kemampuan mencari
dan menemukan ide paragraf, kemampuan membaca dengan kecepatan yang memadai,
kemampuan melahirkan kembali (berbicara), dan sebagainya.
B. KERANGKA
TEORITIS
Membaca cepat
merupakan salah satu keterampilan membaca yang perlu ditumbuhkembangkan dalam
diri siswa semenjak dini. Karena membaca cepat sangat penting dimiliki oleh
siswa guna menghadapi perkembangan teknologi informasi yang semakin hari
semakin canggih.
Kemampuan
membaca cepat dapat ditingkatkan melalui latihan yang dilaksanakan secara
bertahap dan kontiniu, karena membaca cepat bukanlah bakat ataupun kemampuan
warisan. Oleh karena itu, kecepatan membaca hendaklah diajarkan dan dilatihkan
secara terus menerus semenjak dini sampai waktu yang tak terbatas seiring
dengan perkembangan teknologi.
Banyak ahli
yang menawarkan berbagai teknik/metode agar seseorang mampu dan memiliki
kemampuan membaca cepat. Salah satu diantaranya adalah metode yang dikenal
dengan speed reading.Speed reading merupakan metode praktis, sederhana, dan
terbaru yang akan mengantarkan seseorang kepada kemampuan membaca cepat yang maksimal.
Peningkatan kemampuan membaca cepat dengan speed reading ditempuh dengan
tahap-tahap sebagai berikut:
1. Tahap Pra
Baca
a. Menyiapkan
stopwatch atau jam
b.
Menyampaikan tujuan membaca
c.
Menyampaikan teknik dan mekanisme membaca
d. Mengenalkan
topik/ judul bacaan
e. Memfokuskan
perhatian siswa pada judul untuk diinterpretasikan
f.
Menginventarisasi interpretasi siswa
g. Siswa
secara klasikal diberi bacaan (wacana) yang sama.
h. Perhatikan
pada saat anda mulai membaca, catat waktunya.
2. Tahap Saat
Baca
a. Membaca
teks
3. Pasca Baca
a. Mencatat
waktu selesai membaca
b. Menjawab
pertanyaan
c. Mencek
jawaban pertanyaan
d. Hitung
berapa lama (menit) anda menyelesaikan teks tersebut, konversikan waktu membaca
(…menit,…detik) lihatlah kedalam tabel kecepatan membaca.
e.
Mengkonversikan tingkat pemahaman
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan
Penelitian
Ada dua macam
pendekatan dalam penelitian yaitu pendekatan kuantitatif dimana peneliti akan
bekerja dengan angka-angka sebagai perwujudan gejala yang diamati dan
pendekatan kualitatif dimana peneliti akan bekerja dengan informasi-informasi
data dan di dalam menganalisanya tidak menggunakan analisa data statistik.
Pendekatan
dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif action research. Penelitian
ini bertujuan menyelidiki pengaruh penggunaan metode speed reading dalam
terhadap peningkatan kemampuan membaca cepat siswa, dengan mengetahui ada
tidaknya perbedaan hasil pre-test dan post-test .
B. Tempat dan
Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini
dilakukan di SD Negeri 31 Malalo Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar
Sumatera Barat.
2. Waktu
Penelitian ini
dilakukan pada semester Juli-Desember 2007 dan menganalisis data pada Desember
2007.
C. Variabel
Penelitian
Menurut
Suharsimi Arikunto (1998:99) variabel penelitian adalah objek penelitian, atau
apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.Hal ini senada dengan
pendapat Ibnu Hajar (1999:156) yang mengartikan variabel adalah objek
pengamatan atau fenomena yang diteliti. Sedangkan menurut Sutrisno Hadi
(1982:437) variabel adalah semua keadaan, faktor, kondisi, perlakuan, atau
tindakan yang dapat mempengaruhi hasil eksperimen. Dalam suatu penelitian
eksperimen, Sutrisno Hadi (1982:437) membedakan variabel menjadi dua yaitu (1)
variabel eksperimen atau treatment variable yaitu kondisi yang hendak
diselidiki bagaimana pengaruhnya terhadap gejala atau behaviour variable, (2)
variabel non eksperimental yaitu variabel yang dikontrol dalam arti baik untuk
kelompok eksperimental
Sedangkan
Suharsimi Arikunto (1998:101) membedakan variabel menjadi dua yaitu variabel
yang mempengaruhi disebut variabel penyebab, variabel bebas, atau independent
variabel (X), dan variabel akibat yang disebut variabel tak bebas, variabel
tergantung, variabel terikat, atau dependent variabel (Y).
Berdasarkan
pendapat diatas, dalam penelitian ini terdiri dari variabel eksperimental yang
meliputi:
1. Variabel
bebas : Penggunaan metode speed reading
2. Variabel
terikat : Peningkatan kemampuan membaca siswa
Sedangkan
variabel non-eksperimetal dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin,
dan prestasi belajar.
D. Desain dan
Paradigma Penelitian
1. Desain
Penelitian
Desain
penelitian menurut Mc Millan dalam Ibnu Hadjar (1999:102) adalah rencana dan
struktur penyelidikan yang digunakan untuk memperoleh bukti-bukti empiris dalam
menjawab pertanyaan penelitian.
Dalam
penelitian eksperimental, desain penelitian disebut desain eksperimental.
Desain eksperimen dirancang sedemikian rupa guna meningkatkan validitas
internal maupun eksternal.
Suharsimi
Arikunto (1998:85-88) mengkategorikan desain eksperimen murni menjadi 8 yaitu
control group pre-test post test, random terhadap subjek, pasangan terhadap
subjek, random pre test post test, random terhadap subjek dengan pre test
kelompok kontrol post test kelompok eksperimen, tiga kelompok eksperimen dan
kontrol, empat kelompok dengan 3 kelompok kontrol, dan desain waktu.
Sutrisno Hadi
(1982:441) mengkategorikan desain eksperimen menjadi enam yaitu simple
randomaized, treatment by levels desaigns, treatments by subjects desaigns,
random replications desaigns, factorial designs, dan groups within treatment
designs. Sedangkan Ibnu Hadjar (1999:327) membedakan desain penelitian
eksperimen murni menjadi dua yaitu pre test post test kelompok kontrol dan post
tes kelompok kontrol.
Dalam
penelitian eksperimen murni, desain penelitian yang populer digunakan adalah
sebagai berikut:
a. Control
Group Post test only design atau post tes kelompok kontrol
Desain ini
subjek ditempatkan secara random ke dalam kelompok-kelompok dan diekspose
sebagai variabel independen diberi post test. Nilai-nilai post test kemudian
dibandingkan untuk menentukan keefektifan tretment.
Desain ini
cocok untuk digunakan bila pre test tidak mungkin dilaksanakan atau pre test
mempunyai kemungkinan untuk berpengaruh pada perlakuan eksperimen. Desain ini
akan lebih cocok dalam eksperimen yang berkaitan dengan pembentukan sikap
karena dalam eksperimen demikian akan berpengaruh pada perlakuan.
b. Pre test
post test control group design atau pre tes post tes kelompok kontrol
Desain ini
melibatkan dua kelompok subjek, satu diberi perlakuan eksperimental (kelompok
eksperimen) dan yang lain tidak diberi apa-apa (kelompok kontrol). Dari desain
ini efek dari suatu perlakuan terhadap variabel dependen akan diuji dengan cara
membandingkan keadaan variabel dependen pada kelompok eksperimen setelah
dikenai perlakuan dengan kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan.
c. Solomon
four group design
Desain ini
menuntut penempatan subjek secara random kedalam empat kelompok. Pada kelompok
1 dan 2 diberi pre test dan post test dan hanya kelompok 1 dan 3 yang dikenai
perlakuan eksperimen.
Kelemahannya
adalah memerlukan subjek dua kali lipat jumlah subjek untuk desain eksperimen.
Dalam
penelitian ini digunakan desain Pre Tes Post Test Control Group. Desain
penelitian eksperimen yang digunakan adalah sebagai berikut:
Kelompok
Pre-test Perlakuan Poast-test
KE K – 1
metode speed reading K –2
KK K – 1 - K –
2
Keterangan :
KE : Kelompok
Eksperimen
KK : Kelompok
Kontrol
K-1 : Pre Test
K-2 : Post
Test
2. Paradigma
Penelitian
Kelinger
(1993:484) mengartikan paradigma penelitian sebagai model relasi antara
variabel-variabel dalam suatu kajian penelitian. Paradigma dalam penelitian ini
digambarkan sebagai berikut:
a. Paradigma
Kelompok Eksperimen
b. Paradigma
Kelompok Kontrol
E. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Penelitian
Populasi
penelitian menurut Suharsimi (1998:115) adalah keseluruhan subjek penelitian.
Sedangkan menurut Sutrisno Hadi (1984:70) populasi penelitian adalah seluruh
individu yang akan dikenai sasaran generalisasi dan sampel-sampel yang akan
diambil dalam suatu penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
siswa kelas V SD Negeri 31 Malalo kecamatan Batipuh kabupaten Tanah Datar
Sumatera Barat.
3. Sampel
Penelitian
Sampel
penelitian menurut Suharsimi (1998:117) adalah sebagian atau wakil populasi
yang diteliti. Dalam penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan sampel
random dengan sistem undian dengan maksud agar setiap kelas mempunyai kesempatan
yang sama untuk menjadi sampel dalam penelitian. Adapun tekniknya dengan
mengundi gulungan kertas sejumlah kelas yang didalamnya tertulis nomor kelas,
sehingga didapatkan satu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol.
F. Instrumen
dan Metode Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan data merupakan cara atau jalan yang digunakan oleh peneliti untuk
mengumpulkan data dalam penelitian. Metode pengumpulan data dalam penelitian
menurut Suharsimi (1998:138) secara garis besar dibedakan menjadi dua yaitu tes
dan non test.
Dalam
penelitian ini menggunakan angket dalam pengumpulan data. Angket adalah
sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari
responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.
Tujuan digunakan angket dalam penelitian ini adalah untuk mengungkap minat
belajar siswa baik sebelum dikenai treatmen maupun sesudah dikenai tretmen.
Menurut Ibnu
Hadjar (1999:184-88) menggolongkan angket menjadi empat yaitu angket terbuka
dan tertutup, skala, daftar cek, dan bentuk rangking. Sedangkan Suharsimi
(1998:140-141) menggolongkan angket sebagai berikut:
1. Berdasarkan
cara menjawab dibedakan menjadi dua yaitu angket terbuka dan angket tertutup.
2. Berdasarkan
dari jawaban yang diberikan dibedakan menjadi dua yaitu angket langsung dan
angket tidak langsung.
3. Dipandang
dari bentuknya dibedakan menjadi empat yaitu angket pilihan ganda, isian, check
list, dan rating scale.
Berdasarkan
macam-macam angket diatas, dalam penelitian ini menggunakan angket tertutup
dengan jawaban pilihan ganda.
Menurut
Suharsimi (1998:141), kelebihan angket adalah sebagai berikut:
1. Tidak
memerlukan hadirnya peneliti
2. dapat
dibagikan secara serentak kepada banyak responden
3. dapat
dijawab oleh responden menurut kecepatan masing-masing, dan menurut waktu
senggang responden.
4. dapat
dibuat anonim sehingga responden bebas jujur dan tidak malu-malu menjawab
5. dapat
dibuat terstandar sehingga semua responden dapat diberi pertanyaan yang
benar-benar sama.
Selain
memiliki kelebihan, Suharsimi (1998:142) juga mengemukakan kelemahan angket
sebagai berikut:
1. responden
sering tidak teliti dalam menjawab sehingga ada pertanyaan yang terlewati tidak
dijawab, adahal sukar diulang kembali kepadanya
2. seringkali
sukar dicari validitanya
3. walaupun
dibuat anonim, kadang responden dengan sengaja memberikan jawaban yang tidak
betul atau tidak jujur.
4. seringkali
tidak kembali
5. waktu
pengembaliannya tidak bersama-sama, bahkan kadang-kadang ada yang terlalu lama
sehingga terlambat.
Adapun tujuan
penggunaan angket dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui minat belajar
siswa baik sebelum dikenai perlakuan ataupun sesudah dikenai perlakuan.
Kisi-kisi angket minat belajar adalah sebagai berikut:
Variable
Indikator Jumlah Item
a. Perhatian a.
Mempunyai perhatian untuk tahu terhadap bahan pelajaran
b. Mempunyai
perhatian untuk memahami materi pelajaran
c. Mempunyai
perhatian untuk menyelasaikan soal-soal pelajaran. 5
5
5
b.
Ketertarikan a. Ada ketertarikan untuk tahu terhadap bahan pelajaran
b. Ada
ketertarikan untuk menyelesaikan soal-soal pelajaran.
c. Ada
ketertarikan untuk memahami bahan pelajaran 5
5
5
c.Rasa Senang
a. Mengetahui bahan belajar dengan rasa senang
b. Memahami
bahan belajar dengan rasa senang
c. Mampu
menyelesaikan soal-soal dengan rasa senang. 5
5
5
Dalam
penelitian ini peneliti juga menggunakan tiga teknik pengumpulan data lainnya,
yaitu wawancara, observasi, dan studi dokumentasi dengan instrumen pengumpulan
data adalah peneliti sendiri. Menurut Sudjana dan Ibrahim (1989:201) bahwa
“teknik observasi partisipan dan wawancara spontan merupakan teknik yang paling
utama dalam penelitian kualitatif. Wawancara dapat dilakukan secara spontan
dengan observasi partisipan dan dapat pula secara sendiri”.
1. Observasi
Untuk mengumpulkan
data di lapangan peneliti melakukan observasi langsung. Menurut W. Gulo
(2003:115) “observasi adalah metode pengumpulan data dimana peneliti mencatat
informasi yang mereka saksikan selama penelitian, penyaksian terhadap peristiwa
dengan melihat, mendengar dan merasakan yang kemudian dicatat secara seobjektif
mungkin”. Pelaksanaan observasi peneliti dilakukan dengan tiga tahapan
sebagaimana dikatakan Sanapiah faisal (1990:80), yaitu; (a) observasi
deskriptif, observasi ini dilakukan pada tahap ekspolarasi umum, pada tingkat
observasi ini , peneliti berusaha memperhatikan dan merekamsebanyak mungkin
aspek/elemen situasi sosial yang diobservasi sehingga mendapat gambaran umum
masih berkisar pada apa yang tengah berlangsung pada suatu situasi sosial, (b) observasi
terfokus yaitu observasi yang dilakukan sebagai kelanjutan dari ibservasi
deskriptif, pada tahap ini observasi lebih terfokus pada tahap-tahap detil atau
rincian-rincian suatu domain, ini dilakukan terutama untuk kebutuhan analisis
taksonomi, guna memperoleh data terinci pada domain-domain tertentu yang telah
dipilih untuk analasis taksonomis, observasi ini yaitu suatu kegiatan observasi
yang telah disempitkan fokusnya, akan tetapi lebih dicermati secara mendetail
atau terinci, (c) observasi terseleksi, observasi ini dilakukan atau
dikembangkan untuk mendapatkan data informasi yang diperlukan untuk analisis
komponsial: suatu analisis dalam penelitian kualitatif yang arahnya menegenai
kontras-kontras antar set kategori (warga suatu domain) dalam berbagai dimensi
yang mungkin saling berbeda antar set kategori yang satu dengan set kategori
yang lainnya.
Pelaksanaan
observasi tahap manapun dilakukan, serta jenis observasi apapun yang
dipergunakan, penelitian kualitatif dituntut untuk banyak bertanya pada diri
sendiri. Diwaktu yang bersamaan peneliti perlu menempatkan dirinya sebagai
informan bagi dirinya. Kegiatan bertanya pada diri sendiri akan dapat
mengarahkan kegiatan observasi, dan inilah slah satu makna posisi peneliti
sebagai instrumen penelitian. Pada pelaksanaan observasi peneliti mengumpulkan
informasi dengan menggunakan alat tulis seperti buku, pena dan alat audio (tape
recorder) serta alat visual (camera photo).
2. Wawancara
Wawancara
digunakan dalam rangka memperoleh informasi verbal secara langsung dari
informan. Berdasarkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian maka peneliti
menetapkan bentuk wawancara yang digunakan adalah wawancara terbuka, dengan
tujuan agar responden yang diwawancarai dapat mengetahui tujuan dari wawancara
tersebut.
Penetapan
bentuk wawancara ini dipertegas oleh Moleong (2002:137) yang menyatakan bahwa
“dalam penelitian kualitatif sebaiknya digunakan wawancara terbuka yang para
subyeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud
wawancara itu”. Selain wawancara terbuka dalam penelitian ini peneliti
menetapkan bentuk wawancara terstruktur dimana peneliti menetapkan sendiri
masalah dan aspek pertanyaan yang diajukan.
3. Studi
Dokumentasi
Pengumpulan
data selain dengan observasi dan wawancara juga dapat dilakukan studi
dokumentasi untuk mendapatkan informasi yang berkaitan administrasi, kondisi
fisik, dan keadaan sosial dalam bentuk visual (data gambar). Data yang
dikumpulkan dengan cara-cara ini adalah tentang guru, pelaksanaan, kondisi sosial
pembelajaran pada kelas yang diajarkan.
G. Validitas
dan Reliabilitas
Instrumen yang
baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliable. Menurut
Suharsimi (1998:160) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat
kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau
sahih mempunyai validitas tinggi sedangkan instrumen yang kurang valid berarti
memilili validitas rendah. Dalam penelitian ini untuk mengetahui validitas
instrumen dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment Pearson sebagai
berikut:
dengan
pengertian
x : X- X
y : Y – Y
X : skor
rata-rata dari X
Y : skor
rata-rata dari Y
Sedangkan di
bagian lain Suharsimi (1998:170-171) menerangkan reliabilitas adalah instrumen
cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena
instrumen itu sudah baik. Instrumen yang reliable berarti instrumen tersebut
cukup baik sehingga mampu mengungkap data yang bias dipercaya. Dalam penelitian
ini untuk mengukur reliabilitas instrumen digunakan rumus Spearman-Brown
sebagai berikut:
dengan
keterangan:
r11 :
reliabilitas instrumen
r1/21/2 : rxy
yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua belahan instrumen
H. Analisis
Data
Analisis data
pada penelitian ini dengan menggunakan analisis statistuk parametik yaitu suatu
metode yang dibutuhkan asumsi tentang distribusi populasi..
DAFTAR PUSTAKA
Mulyaningsih,
susi, (2012). Laporan bacaan (book
report). 20 september 2013
Metode membaca cepat. 20 september 2013.
Mukhadasin. (2013). Cara membaca efektif menurut ulama https://t-okes.blogspot.com https://www.facebook.com/tomy.okes.77
0 komentar:
Posting Komentar